BPJS Kesehatan-IDI susun standar layanan kesehatan JKN
Jakarta (ANTARA) - BPJS Kesehatan bekerjasama dengan Ikatan Dokter Indonesia menyusun standar layanan kesehatan yang akan digunakan tenaga kesehatan dalam pelayanan pada Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris di Kantor PB IDI Jakarta, Selasa, mengatakan BPJS Kesehatan menggandeng PB IDI yang membawahi organisasi profesi kedokteran lainnya untuk merumuskan standar pelayanan kesehatan program JKN dengan melibatkan berbagai bidang keilmuan kedokteran.
“Sesuai dengan perundangan, Program JKN-KIS menjamin kebutuhan dasar kesehatan. Namun dalam implementasinya perlu dilakukan kajian serta evaluasi berkala terkait apa saja pelayanan kesehatan dasar. Evaluasi ini harus berbasis evidence based dan riset. Kami harapkan melalui kerja sama dengan PB IDI akan memperkuat, apa saja kebutuhan dasar kesehatan tersebut,” kata Fachmi.
Fachmi mengatakan kajian terhadap definisi kebutuhan dasar kesehatan dilakukan untuk mengatur tentang prosedur tindakan yang akan dilaksanakan oleh tenaga medis dalam pelayanan JKN. Hal ini diperlukan agar tidak terjadi pelayanan kesehatan yang berlebihan sehingga membebani pembiayaan atau bahkan tindakan yang di bawah standar.
Fachmi menjelaskan definisi kebutuhan dasar kesehatan yang tertera pada UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan hanya menerangkan mengenai rujukan yang normatif. Penjelasan yang tertuang dalam UU Kesehatan tersebut tidak spesifik sehingga diperlukan standar layanan khusus yang mengatur pelayanan JKN.
Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih mengatakan selama ini belum ada rujukan bagi tenaga medis di fasilitas kesehatan dalam memberikan pelayanan pada peserta program JKN. Selama ini tindakan yang dilakukan oleh tenaga medis mengacu pada pelayanan yang seluruhnya diperbolehkan tanpa ada batasan tertentu.
Dengan begitu, lanjut Daeng, tenaga medis melaksanakan tindakan medis kepada pasien tanpa memperhitungkan tindakan mana yang dianggap esensial dan mana yang tidak.
"Mana yang esensial mana yang advance seluruhnya tercover makanya kemudian banyak orang mengatakan JKN kita di Indonesia ini sangat baik dibandingkan negara lain karena tidak ada penentuan mana yang esensial mana yang tidak, seluruhnya dicover," kata Daeng.
Dikarenakan belum adanya rujukan secara spesifik terkait pelayanan JKN tersebut, Daeng sepakat dengan pendapat Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang mengungkapkan bahwa pelayanan JKN saat ini menggunakan dana yang terbatas dan memberikan pelayanan tak terbatas.
BPJS Kesehatan juga bekerja sama dengan PB IDI terkait riset dengan memanfaatkan data raksasa tentang kesehatan yang dimiliki oleh BPJS Kesehatan. Pemanfaatan data tersebut akan diolah dan menghasilkan rekomendasi yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas pelayanan JKN di masyarakat.
Kerja sama tersebut ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris dan Ketua PB IDI Daeng M Faqih.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris di Kantor PB IDI Jakarta, Selasa, mengatakan BPJS Kesehatan menggandeng PB IDI yang membawahi organisasi profesi kedokteran lainnya untuk merumuskan standar pelayanan kesehatan program JKN dengan melibatkan berbagai bidang keilmuan kedokteran.
“Sesuai dengan perundangan, Program JKN-KIS menjamin kebutuhan dasar kesehatan. Namun dalam implementasinya perlu dilakukan kajian serta evaluasi berkala terkait apa saja pelayanan kesehatan dasar. Evaluasi ini harus berbasis evidence based dan riset. Kami harapkan melalui kerja sama dengan PB IDI akan memperkuat, apa saja kebutuhan dasar kesehatan tersebut,” kata Fachmi.
Fachmi mengatakan kajian terhadap definisi kebutuhan dasar kesehatan dilakukan untuk mengatur tentang prosedur tindakan yang akan dilaksanakan oleh tenaga medis dalam pelayanan JKN. Hal ini diperlukan agar tidak terjadi pelayanan kesehatan yang berlebihan sehingga membebani pembiayaan atau bahkan tindakan yang di bawah standar.
Fachmi menjelaskan definisi kebutuhan dasar kesehatan yang tertera pada UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan hanya menerangkan mengenai rujukan yang normatif. Penjelasan yang tertuang dalam UU Kesehatan tersebut tidak spesifik sehingga diperlukan standar layanan khusus yang mengatur pelayanan JKN.
Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih mengatakan selama ini belum ada rujukan bagi tenaga medis di fasilitas kesehatan dalam memberikan pelayanan pada peserta program JKN. Selama ini tindakan yang dilakukan oleh tenaga medis mengacu pada pelayanan yang seluruhnya diperbolehkan tanpa ada batasan tertentu.
Dengan begitu, lanjut Daeng, tenaga medis melaksanakan tindakan medis kepada pasien tanpa memperhitungkan tindakan mana yang dianggap esensial dan mana yang tidak.
"Mana yang esensial mana yang advance seluruhnya tercover makanya kemudian banyak orang mengatakan JKN kita di Indonesia ini sangat baik dibandingkan negara lain karena tidak ada penentuan mana yang esensial mana yang tidak, seluruhnya dicover," kata Daeng.
Dikarenakan belum adanya rujukan secara spesifik terkait pelayanan JKN tersebut, Daeng sepakat dengan pendapat Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto yang mengungkapkan bahwa pelayanan JKN saat ini menggunakan dana yang terbatas dan memberikan pelayanan tak terbatas.
BPJS Kesehatan juga bekerja sama dengan PB IDI terkait riset dengan memanfaatkan data raksasa tentang kesehatan yang dimiliki oleh BPJS Kesehatan. Pemanfaatan data tersebut akan diolah dan menghasilkan rekomendasi yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas pelayanan JKN di masyarakat.
Kerja sama tersebut ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris dan Ketua PB IDI Daeng M Faqih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar